Narasi Sengketa di Balik Demonstrasi: Ketika Kritik Disebut ‘Lebay’

oleh -28 Dilihat
oleh

Oleh: Muhammad Zulham

Gonone.id – Tuduhan bisa menjadi senjata tajam. Tapi seperti pisau dapur yang dilempar tanpa pegangan, ia bisa berbalik melukai siapa pun. Itulah yang kini terjadi di tengah riuh pro dan kontra soal Daerah Otonomi Baru (DOB) di Tidore Kepulauan. Seorang Ketua LBH, satu pernyataan keras, dan sebuah sanggahan yang tak kalah panas dari partai pendukung pemerintah.

Adalah Zulfikran A. Bailussy, Ketua LBH Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) Maluku Utara, yang membuka lembaran kontroversi itu. Ia menuding Wali Kota Tidore Kepulauan, Muhammad Sinen, telah mengarahkan Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk ikut serta dalam aksi demonstrasi menolak DOB.

Namun, tudingan itu tidak berjalan mulus. Tak lama berselang, Dewan Pimpinan Cabang Partai Kebangkitan Bangsa (DPC PKB) Tidore Kepulauan langsung membalas. Mereka menyebut pernyataan Zulfikran “lebay”, sebuah istilah populer yang berkonotasi hiperbola dan berlebihan.

“Ini tudingan tidak berdasar,” tegas Muhammad Julham, Wakil Ketua DPC PKB Tidore, Senin, 28 Juli 2025. Dalam narasi yang mengalir bak pengacara membela kliennya, Julham menyatakan bahwa tidak ada satu pun instruksi Wali Kota untuk ASN turun ke jalan.

“Demonstrasi itu digerakkan oleh unsur masyarakat, bukan mobilisasi ASN seperti yang digambarkan. Kalau pun ada ASN yang ikut, itu hak demokratis mereka sebagai warga negara,” ujarnya, seraya menantang balik: “Kalau ada instruksi tertulis, silakan buktikan!”

Julham tak berhenti di situ. Ia membawa argumennya pada ranah regulasi. Dengan menyitir UU ASN Nomor 20 Tahun 2023 dan PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang netralitas ASN, ia menekankan bahwa larangan hanya berlaku dalam konteks politik praktis. “Berdemonstrasi menolak DOB bukanlah kampanye, bukan pula dukungan pada calon politik. Ini soal kebijakan publik,” katanya.

Dalam balutan pernyataan yang tenang namun menusuk, Julham menggambarkan tudingan Zulfikran sebagai “tendensius”. Baginya, ini bukan sekadar kritik, melainkan upaya menggiring opini. “Ini seolah-olah ingin menyeret Wali Kota dalam kubangan tuduhan yang tidak akurat,” lanjutnya.

Di balik semua ini, satu hal menjadi jelas: isu DOB tidak hanya menjadi persoalan administratif atau pemekaran wilayah semata. Ia telah menjelma menjadi medan pertempuran narasi. Di satu sisi, ada kekhawatiran tentang keterlibatan birokrasi dalam agenda-agenda demonstratif. Di sisi lain, ada pertahanan terhadap hak sipil dan demokrasi.

Maka, ketika partai seperti PKB menyatakan akan “berdiri di garda terdepan membela pemerintah daerah”, kita sedang menyaksikan bagaimana konflik kebijakan bisa bermetamorfosis menjadi medan uji kesetiaan politik.

Zulfikran mungkin hanya melempar satu batu. Tapi gelombangnya terasa hingga ke dalam lingkar kekuasaan. Dalam dunia politik lokal yang sering berjalan di atas kesan dan asumsi, pernyataan bisa lebih kuat dari bukti. Dan dalam ruang seperti itu, siapa yang lebih dulu menyusun narasi, bisa saja memenangkan panggung.

Namun publik, seperti biasa, punya caranya sendiri untuk memilah. Di antara suara yang keras dan yang dibungkus rapi, kebenaran akan mencari jalannya sendiri.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.