DPRD Tidore Minta Verifikasi Data Honorer, Komisi I Desak BKD Tindak Tegas OPD yang Manipulasi

oleh -186 Dilihat
oleh

TIDORE – Polemik seputar kelulusan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) kembali mengemuka di Kota Tidore Kepulauan. Anggota DPRD dari Komisi I, Sarmin Mustari, mendesak Badan Kepegawaian Daerah (BKD) untuk melakukan verifikasi menyeluruh terhadap data honorer yang diajukan oleh setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

Langkah ini, menurut Sarmin, penting untuk memastikan bahwa para peserta yang lulus tes PPPK benar-benar pernah mengabdi sebagai tenaga honorer. Sebab, belakangan muncul dugaan bahwa terdapat peserta yang lulus namun tidak pernah melaksanakan tugas sebagai honorer.

“Komisi I minta BKD turun tangan. Jangan sampai ada data fiktif. Kalau nanti terbukti ada yang tidak melaksanakan tugas sebagai honorer, maka kepala OPD-nya harus diberi sanksi. Kita tidak boleh main-main soal keadilan,” ujar Sarmin saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (13/6).

 

Menurutnya, tidak adil jika seseorang yang tak pernah bertugas justru lulus seleksi, sementara mereka yang telah lama mengabdi tersingkir hanya karena sistem penilaian yang berbasis skor.

Di sisi lain, Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Tidore Kepulauan yang dikonfirmasi via WhatsApp menegaskan bahwa lembaganya hanya bertugas melakukan verifikasi teknis. Tahapan pertama seleksi telah selesai, dan saat ini memasuki tahapan kedua.

“Kami tidak memfasilitasi atau mengakomodir penerbitan SK. Semua data berasal dari masing-masing OPD. Kami hanya verifikasi sesuai dengan juknis dari pusat,” jelasnya singkat.

BKPSDM juga menyatakan bahwa pihaknya tidak memiliki tenaga honorer dan tidak menjadi sumber data utama. Data tenaga honorer sepenuhnya merupakan tanggung jawab OPD masing-masing.

Dalam sistem seleksi PPPK sendiri, kelulusan ditentukan berdasarkan hasil peringkat terbaik, bukan hanya nilai ambang batas. Proses ini mencakup seleksi kompetensi teknis, manajerial, sosial kultural, serta wawancara. Penilaian juga mempertimbangkan bobot nilai, dengan kompetensi teknis menjadi yang paling dominan.

Namun, Sarmin menyoroti adanya ketimpangan sistem. Ia mempertanyakan keadilan ketika seseorang yang baru lulus dengan “otak yang masih fresh” bisa mengalahkan honorer lama yang telah bekerja bertahun-tahun.

“Scoring dari Menpan memang bagus, tapi harus dibicarakan juga lamanya seseorang mengabdi. Kita perlu cari solusi agar keadilan tidak dikorbankan oleh sistem teknokratis yang kaku,” katanya.

Lebih jauh, Sarmin meminta agar ke depan ada ruang dialog antara DPRD, BKD, dan OPD untuk mencari jalan tengah.“Kami tidak anti dengan sistem, tapi jangan sampai sistem melupakan manusia di dalamnya,” tutupnya.(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.