TIDORE – Ada satu suara yang akhir-akhir ini bergaung di antara empat kecamatan di Oba, Tidore Kepulauan: suara harapan akan hadirnya ambulans laut. Suara itu datang dari seorang wali kota yang telah lama mengenal denyut nadi masyarakat pesisir Muhammad Sinen.
Dalam sebuah forum bersama Komisi III DPRD, Sinen menyatakan komitmen tegas bahwa tahun 2026 akan menjadi momentum pengadaan ambulans laut. Baginya, ini bukan sekadar respons politik terhadap tekanan legislatif, tetapi jawaban atas tangisan sunyi dari wilayah yang sering tertinggal dalam skema pelayanan dasar.
“Ini salah satu masalah serius yang sering saya dengar langsung dari masyarakat,” ujarnya. “Insya Allah, di tahun 2026, ambulans laut ini akan segera kami siapkan.”
Ucapannya singkat, tapi menyimpan muatan sosial yang dalam. Di Oba Selatan, misalnya, bukan hal asing jika keluarga pasien harus berjuang menembus jalan rusak dan waktu tempuh berjam-jam hanya untuk tiba di rumah sakit rujukan. Bagi warga yang sakit, keterlambatan bisa menjadi perbedaan antara hidup dan kehilangan.
Muhammad Sinen menyadari betul: akses kesehatan bukan hanya tentang bangunan puskesmas, tetapi tentang kecepatan merespons krisis. Karenanya, ambulans laut tidak hanya akan menjadi fasilitas, tetapi representasi negara hadir di wilayah yang lama dianggap pinggiran.
“Terutama di Oba Selatan, karena kendala utama di sana adalah akses darat. Sangat sulit. Ambulans laut adalah solusinya,” tegas Sinen, kali ini lebih personal.
Tapi ia tak berhenti di urusan laut. Wali kota juga bicara soal daratan tentang puskesmas-puskesmas yang harus beroperasi lebih layak. Ia menyesalkan minimnya dana operasional yang menyebabkan petugas terpaksa membebankan biaya transportasi rujukan kepada keluarga pasien.
“Saya mengakui, memang operasional puskesmas ini sangat kecil. Untuk itu sebagai kepala daerah, saya siap bertanggung jawab atas keluhan dari masyarakat ini,” katanya, menyisipkan nada tanggung jawab yang terasa lebih dari sekadar formalitas.
Muhammad Sinen berjanji, hal itu tak akan terulang. Ia ingin setiap warga di Oba entah yang tinggal di pesisir, dataran tinggi, atau pulau kecil merasa bahwa mereka bagian dari republik ini, bagian dari visi kesejahteraan yang setara.
Namun janji, seperti kita tahu, hanyalah permulaan. Tantangannya akan datang dalam bentuk realisasi anggaran, kelincahan birokrasi, dan kekuatan kemauan politik. Tahun 2026 bisa jadi saksi apakah hanya gema dari ruang sidang, atau benar-benar bertransformasi menjadi sirine ambulans yang mengantar keselamatan.
Di tengah geografi yang penuh keterbatasan, seorang wali kota mencoba membelah sunyi, menjangkau yang jauh, menyapa yang sering dilupakan.
Jika sejarah kepemimpinan adalah soal siapa yang hadir saat paling dibutuhkan, maka janji Muhammad Sinen layak dicatat bukan karena ia berbicara, tapi karena ia memilih untuk mendengar.(Red)