Lebaran Hari Ketiga di Desa Lola: Potret Toleransi dan Kebersamaan yang Tak Luntur oleh Perbedaan

oleh -439 Dilihat
oleh

TIDORE – Suasana Idul Adha 1446 Hijriah, khususnya di hari ketiga, menyisakan kesan mendalam di Desa Lola, Kecamatan Oba Tengah, Kota Tidore Kepulauan. Bukan hanya perayaan kurban yang menjadi sorotan, tetapi juga nuansa silaturahmi yang penuh makna di kediaman Kepala Desa Lola, Irwan Ajam, S.Pd, Minggu (8/6/2025).

Pagi itu, meski sebagian umat Kristen sedang khusyuk menjalani ibadah Minggu di gereja, selepas ibadah, mereka perlahan berdatangan memenuhi undangan Pemdes. Tanpa hiruk-pikuk, tanpa sekat. Hanya percakapan hangat, senyum yang tulus, dan semangat kebersamaan yang menyatukan.

Dalam suasana sederhana namun penuh keakraban, Irwan Ajam menyambut satu per satu warganya. Bagi sang kepala desa, kebersamaan semacam ini bukan hanya rutinitas seremonial, tetapi pengingat pentingnya menjaga tenunan sosial yang kian rapuh di banyak tempat, namun justru menguat di tanah Lola.

“Saya berharap kebersamaan ini selalu terjalin, walau kadang kita diterpa badai dan gelombang. Dinamika dalam pemerintahan itu hal yang lumrah,” kata Irwan dalam sambutannya yang tak formal, namun mengalir hangat di antara tegukan teh dan penganan ringan yang tersaji di meja tamu.

Desa Lola bukan desa homogen. Ia rumah bagi ragam identitas: etnis dan agama bertemu di sini. Ada yang Muslim, ada pula yang Nasrani. Tapi di tengah perbedaan itu, tumbuh rasa saling percaya yang justru menjadi perekat sosial. Tak ada dominasi, hanya ruang bersama yang terus dihidupi oleh sikap saling memahami.

“Kerukunan antarumat beragama di sini luar biasa. Hari ini jadi bukti, bahwa apa pun keyakinannya, warga kami tetap hadir untuk saling menghargai dan menguatkan,” imbuh Irwan.

Silaturahmi itu bukan tanpa makna simbolik. Dalam konteks Idul Adha, saat daging kurban dibagi dan hati dilunakkan, pesan tentang empati dan pengorbanan justru menemukan ruangnya di praktik sosial seperti ini. Irwan mengajak warganya untuk memaknai kurban sebagai ajakan untuk berprasangka baik dan menyelesaikan persoalan secara elegan.

“Ketika ada masalah, mari kita duduk bersama, selesaikan dengan kepala dingin dan hati yang terbuka. Itulah cara yang lebih elegan,” ujarnya, sembari menatap anak-anak yang bermain di halaman, bebas dari prasangka.

Faris, salah satu tokoh masyarakat, menegaskan bahwa kehidupan warga Desa Lola telah lama dipandu oleh prinsip keberagaman yang menyatu.

“Toleransi di sini luar biasa. Sekalipun kita berbeda, kita tetap hidup rukun dan damai. Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan yang bukan cuma slogan, tapi jadi pijakan hidup kami,” ujarnya tenang.red

Hari itu, di kediaman kepala desa yang biasa-biasa saja, terlihat sesuatu yang luar biasa: semangat gotong royong, kesetaraan dalam keberagaman, dan keberanian menjaga nilai-nilai persaudaraan. Desa Lola mungkin kecil, tapi ia sedang mengajarkan kepada dunia, bahwa damai itu bukan utopia. Ia nyata, ketika kita saling menghargai dalam perbedaan.(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.