Ummi, Dofa, dan Jejak Abadi di Ujung Waktu

oleh -110 Dilihat
oleh

Oleh: Risman Tidore

Minggu, 4 Mei 2025, menjadi saksi bisu kepergian seorang perempuan luar biasa. Hj. Alwiyah Binti Saleh Balfas  yang akrab disapa Ummi  berpulang ke rahmatullah pada pukul 11.20 WIB di RS UMI Bogor. Dikelilingi keluarga, anak, cucu, serta kerabat yang mencintainya, Ummi menutup usia dalam damai.

Jenazah beliau dimakamkan di halaman rumah keluarga, di perbatasan Cibubur dan Cimanggis, Depok, meninggalkan enam anak, cucu-cucu tercinta, dan jejak kebaikan yang tak mudah hilang. Namun, di balik derai air mata keluarga, terpatri sebuah warisan yang tak kasatmata kenangan, cinta, dan keabadian yang tak terhapus oleh waktu.

Bagi Ummi, Dofa bukan sekadar kampung halaman. Dofa adalah nadi, adalah denyut yang terus mengalir bahkan hingga tarikan napas terakhir. Di ranjang rumah sakit, kala sakratul maut perlahan mendekap, Ummi masih menyebut-nyebut Dofa, Mangoli, Kepulauan Sula  tempat di mana memorinya berlabuh.

Tak banyak yang mampu membawa cinta pada tanah kelahiran hingga usia senja. Ummi adalah pengecualian. Semangatnya untuk hadir di setiap event Doin Cup di Desa Dofa adalah bukti betapa cintanya tak mengenal lelah. Pada 2014, ia hadir di gelaran Doin Cup II sebagai penasihat, dan bahkan di usia hampir satu abad, ia merencanakan kembali pulang untuk Doin Cup XI pada Juni mendatang. Takdir berkata lain, tetapi spiritnya tetap tertinggal di setiap sudut lapangan voli itu.

Ummi bukan sekadar tokoh keluarga, ia adalah penjaga memori kolektif. Di usianya yang renta, daya ingatnya tak pudar. Ia mampu mengurai masa lalu, menyebut nama, tempat, dan waktu dengan ketepatan yang mengejutkan. Ada yang abadi dalam ingatannya, ada yang abadi dalam cintanya.

Kepergian Ummi mengguratkan duka mendalam. Namun, dalam perspektif yang lebih sunyi, kematian juga mengetuk kita untuk merenung. Sabda Nabi SAW: “Cukuplah kematian menjadi pengingat terbaik.” Kematian adalah alarm bagi jiwa-jiwa yang sering lalai  pengingat bahwa dunia hanyalah persinggahan, dan perjalanan sejati adalah menuju akhirat.

Seorang ibu, kata Syekh Muhammad Al-Ghazali, adalah hembusan angin sejuk yang membawa damai. Dan Ummi telah menjadi angin sejuk itu  di rumah, di kampung halaman, di arena sosialnya. Kepeduliannya tak berhenti pada keluarga. Ia selalu hadir di momen-momen kemanusiaan, menjadi penggerak solidaritas, bahkan menjadi semacam filantrop tanpa label.

Akhir hidup Ummi adalah kisah yang paripurna. Setelah berhari-hari terbaring di ruang ICU, akhirnya Allah memanggilnya dalam ketenangan. Tak ada yang lebih indah bagi seorang mukmin selain pulang dalam husnul khatimah, dengan jejak kebaikan yang membekas di banyak hati.

Kini, perempuan hebat itu telah kembali ke pangkuan Sang Khalik. Namun, Dofa, Kepulauan Sula, dan semua yang mengenalnya, akan selalu punya satu cerita tentang cinta, tentang pulang, tentang keabadian.

Allahummaghfirlaha warhamha wa ‘afiha wa’fu ‘anha.
Selamat jalan, Ummi. Engkau tak benar-benar pergi, karena namamu terus bergetar di doa-doa kami.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.