Membangun Tembok, Menjaga Harapan: Gotong Royong Masyarakat Maregam di Garis Depan Lautan

oleh -694 Dilihat
oleh

TIDORE – Di sebuah pagi yang cerah di Desa Maregam, Kecamatan Tidore Selatan, suara palu dan cangkul menggema lebih nyaring dari deru ombak. Bukan sekadar pekerjaan fisik yang tengah berlangsung, melainkan ikhtiar bersama menjaga masa depan. Tembok pemecah ombak sedang dibangun bukan hanya dari beton dan batu, tapi juga dari tekad dan kerja sama warga desa.

Pekerjaan ini merupakan bagian dari program Dana Desa Tahap I tahun 2025, dengan alokasi anggaran sebesar Rp150 juta. Dari jumlah itu, Rp45 juta dialokasikan untuk upah kerja. Yang menarik, tenaga kerja yang terlibat bukan didatangkan dari luar, melainkan berasal dari dalam desa sendiri. Ada 86 warga yang ikut terlibat, hampir seluruhnya laki-laki, bergotong royong membangun pelindung garis pantai mereka.

“Waktu pelaksanaan memang ditetapkan selama 30 hari kalender,” kata Edi E. Serure, Ketua Tim Pengelola Kegiatan, saat ditemui di lokasi proyek. “Namun berdasarkan ritme kerja dan soliditas masyarakat, kami optimis tidak sampai 30 hari proyek ini sudah rampung.” Dalam nada bicara Edi, terdengar keyakinan bahwa kecepatan bukanlah musuh kualitas selama semangat bersama tetap menyala.

Desa Maregam bukan kali pertama menghadapi tantangan dari laut. Erosi pantai, banjir rob, dan hempasan gelombang sering menjadi ancaman laten bagi rumah-rumah di pesisir. Tembok ini, yang juga dikenal sebagai Talud atau Tembok Pemecah Ombak (TPO), dirancang untuk meredam energi gelombang sebelum menghantam daratan. Ia bukan hanya penghalang air, tapi juga pengaman harapan.

Rakib Soleman, Kepala Desa Maregam, tidak menyembunyikan rasa bangganya atas partisipasi warganya. “Alhamdulillah, hari ini sudah masuk hari ketiga, dan besok kita sudah mulai melakukan pelesteraan. Ini bukti bahwa gotong royong masih hidup di sini,” ujarnya. Ia menambahkan, “Harapan saya, semangat ini terus dijaga. Karena membangun desa yang maju, ramah, dan aman tidak cukup hanya dengan infrastruktur, tapi juga dengan solidaritas.”

Tembok yang dibangun di tepi pantai ini memang bersifat teknis menggunakan material batu dan beton yang dipilih dengan mempertimbangkan kondisi geografis Maregam. Tapi di balik susunan material itu, tersimpan harapan agar desa ini bisa menjadi lebih kuat menghadapi perubahan iklim dan dinamika laut.

Di banyak tempat, proyek seperti ini seringkali menjadi simbol: bukan hanya perlindungan terhadap alam, tapi juga refleksi bagaimana masyarakat mengambil nasibnya ke tangan sendiri. TPO Maregam bukan hanya proyek fisik, tapi juga pernyataan sikap.

Bahwa di Maregam, laut bukan hanya batas, melainkan cermin dari daya hidup mereka. Dan tembok ini, pada akhirnya, adalah cermin dari tekad kolektif untuk terus bertahan dan berkembang.(AA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.