Refleksi Anak Kampung untuk Turnamen yang Menjadi Ikon: Mimpi GOT Tak Boleh Padam

oleh -164 Dilihat
oleh

TIDORE- Gurabati Open Tournament (GOT) bukan sekadar turnamen sepak bola antar kampung. Ia adalah cermin dari mimpi kolektif, dari tekad sederhana yang menjelma menjadi peristiwa tahunan yang dirayakan publik Maluku Utara dengan gegap gempita. GOT bukan hanya pertandingan; ia adalah peristiwa budaya.

Dalam atmosfer lapangan yang berdebu, di tengah sorak sorai penonton yang tak pernah surut, kita menyaksikan bagaimana sebuah inisiatif lokal menjelma jadi “Piala Dunia Tarkam”. Narasi ini tak lahir dari ruang kosong. Ia tumbuh dari dedikasi para penggagas yang tak pernah membayangkan bahwa apa yang mereka tanam puluhan tahun lalu kini menjelma jadi legenda di akar rumput sepak bola Maluku Utara.

Sebagai “anak kampung”, rasa haru tak dapat dibendung saat publik menyematkan pujian demi pujian untuk GOT. Sebuah turnamen yang lahir dari kebutuhan akan dana pembangunan fisik dan pengembangan sumber daya manusia, kini disandingkan dengan label mewah. Dari “Liga Champion Tarkam” hingga turnamen paling bergengsi di kawasan timur Indonesia, GOT telah bertransformasi dari ulat kecil menjadi kupu-kupu penuh warna.

Namun, tak ada kemewahan tanpa bayang-bayang. Dalam usia yang telah menyentuh dua puluh tujuh kali penyelenggaraan, GOT mulai merasakan tiupan angin keras. Tuduhan miring menyeruak—isu pengaturan skor, ketidakadilan perangkat pertandingan, hingga aroma keterlibatan kepentingan tertentu yang mengaburkan semangat sportivitas.

Di sinilah renungan penting harus lahir. GOT bukan sekadar hiburan. Ia adalah warisan. Dan warisan, harus dijaga dengan akal sehat, integritas, dan kesadaran sejarah. Sudah saatnya, turnamen ini tidak lagi bergantung pada simpul politik, atau dikelola oleh mereka yang juga memiliki kepentingan dalam tim peserta.

Profesionalisme harus jadi kata kunci. Sponsorship harus dicari dari sektor-sektor yang tak berkepentingan langsung dalam hasil pertandingan. Manajemen pertandingan harus dijauhkan dari aroma intervensi. Ini bukan pekerjaan satu dua orang. Ini adalah tugas bersama setiap generasi anak kampung yang mewarisi turnamen ini.

Karena GOT bukan hanya milik Gurabati. Ia telah menjadi milik kolektif Maluku Utara. Dan sebagai milik bersama, ia layak untuk dijaga dengan cinta, bukan syak wasangka. Ia harus dirawat bukan hanya dengan semangat, tapi juga dengan struktur yang kuat dan transparansi yang terjaga.

Seperti kata Napoleon, “Tidak ada hal yang tidak sulit di muka bumi ini, tapi juga tak ada yang tak mungkin.” Maka, biarlah tulisan ini menjadi cambuk harapan—bahwa GOT akan tetap hidup, bukan hanya sebagai turnamen, tapi sebagai lambang dari apa yang bisa dicapai oleh komunitas kecil yang percaya pada kekuatan mimpi.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.