Generasi Muda Tidore Tolak Keputusan Balai Bahasa Soal Status Bahasa Tidore

oleh -114 Dilihat
oleh

Gonone,id, TIDORE – Sejumlah generasi muda dan komunitas pencinta bahasa daerah di Tidore Kepulauan menolak hasil publikasi Balai Bahasa Provinsi Maluku Utara yang menetapkan bahasa Tidore sebagai salah satu dialek dari bahasa Ternate. Penetapan tersebut tertuang dalam hasil “Peta Bahasa di Indonesia” yang dirilis beberapa tahun lalu, dan kini menuai kekecewaan mendalam dari masyarakat Tidore.

Keputusan itu dianggap merendahkan identitas budaya dan jati diri orang Tidore. Sebagai bentuk sikap tegas, para generasi muda yang peduli terhadap bahasa daerah menggelar pertemuan terbatas di gedung eks Kediaman Gubernur Pertama Irian Barat, Sultan Zainal Abidin Sjah, di Kota Tidore.

Dalam pertemuan tersebut, mereka membentuk sebuah wadah bernama Forum Faduli Bahasa Tidore—sebuah forum yang beranggotakan para penutur, pecinta, dan pemerhati bahasa Tidore. Forum ini akan melakukan audiensi dengan DPRD Kota Tidore, Pemerintah Kota, serta pihak Kesultanan Tidore untuk memperjuangkan pengakuan resmi atas bahasa Tidore sebagai bahasa yang berdiri sendiri, bukan sekadar dialek.

“Torang menolak hasil pernyataan Balai Bahasa ini. Kami akan lakukan hearing dengan DPRD dan Pemerintah Kota. Jadi kalau bahasa Tidore, ya bahasa saya Tidore,” tegas Nurdin Safrudin, perwakilan komunitas literasi daerah yang juga tergabung dalam Forum Faduli Bahasa Tidore.

Menurut Nurdin, keputusan Balai Bahasa yang menyebut Tidore sebagai dialek Ternate sangat tidak adil. Ia menilai, bahasa Tidore memiliki struktur, kosakata, dan sejarah tersendiri yang membedakannya dari bahasa Ternate.

“Kalau Balai Bahasa tidak mengakui bahasa Tidore, berarti ini agak tidak adil. Bahkan dalam lomba bahasa daerah yang mereka adakan, Tidore tidak dianggap. Ini menyakitkan bagi kami,” katanya.

Forum Faduli Bahasa Tidore berharap agar melalui audiensi yang akan dilakukan dalam waktu dekat, pemerintah daerah dapat memfasilitasi pertemuan dengan pihak Balai Bahasa untuk meminta klarifikasi dan revisi terhadap keputusan tersebut.

“Insya Allah kami akan lakukan audiensi dengan DPRD agar ada titik temu. Kami meminta Balai Bahasa menjelaskan masalah ini secara terbuka. Bahasa Tidore bukan dialek dari siapa pun. Bahasa Tidore ya bahasa Tidore,” tutup Nurdin tegas.

Bagi masyarakat Tidore, bahasa ibu bukan sekadar alat komunikasi, tetapi simbol kebanggaan dan jati diri. Karena itu, segala bentuk keputusan yang mengabaikan keberadaan bahasa Tidore dianggap sebagai bentuk pelukaan terhadap hati orang Tidore dari Sabang sampai Merauke.(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.