SOFIFI,Gonone id – Langkah kecil yang terasa besar tercatat di halaman kantor Gubernur Maluku Utara, Minggu (17/8/2025). Untuk pertama kalinya dalam sejarah, seorang perempuan memimpin detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia di ibu kota provinsi ini. Sosok itu adalah Sherly Tjoanda Laos, Gubernur Maluku Utara, yang tampil sebagai inspektur upacara HUT ke-80 RI.
Pukul 10.55 WIT, Sherly berdiri tegap di depan tiang bendera. Seragam putih lengkap membungkus tubuhnya, sementara tatapannya tertuju pada para anggota Paskibraka yang melangkah mantap. Wajahnya sesekali memperlihatkan rasa haru seakan terpantul kebanggaan seorang pemimpin sekaligus seorang ibu yang melihat generasi muda daerahnya menuntaskan tugas penuh disiplin.
Rangkaian upacara berlangsung khidmat. Ketua DPRD Maluku Utara, Iqbal Ruray, membacakan teks Proklamasi, disusul dengan pembacaan UUD 1945 dan penyebutan nama-nama tokoh pemekaran provinsi. Sang Merah Putih perlahan naik ke udara, dipimpin Letda Cba Muh Akbar Bimantoro. Di antara tiga Paskibraka, Sophia Nofita Ambeua dari Halmahera Timur menjadi pembawa baki bendera, sementara Muhammad Fiqry Maulana Umafagur dari Ternate membentang kain merah putih, dan Ilham Siraju dari Halmahera Tengah mengaitkannya dengan tali.
Barisan pasukan 45 prajurit Korem 152/Baabullah, Yonif Raider Khusus 732/Banau, dan Brimob Polda Maluku Utara menambah suasana semakin sakral. Ribuan undangan hadir: dari jajaran Forkopimda, anggota DPRD, pejabat instansi vertikal, kepala OPD, ASN, hingga masyarakat umum yang sengaja datang menyaksikan peringatan bersejarah ini.
Dalam amanatnya, Sherly berbicara dengan nada tegas namun hangat. Ia mengingatkan bahwa kemerdekaan tidak seharusnya berhenti pada upacara seremonial. “Usia Indonesia sudah panjang dan kita patut bersyukur. Ke depan, khususnya untuk Maluku Utara, pembangunan harus lebih baik. Kemerdekaan harus dirasakan secara inklusif dan merata, agar semua masyarakat benar-benar merasa merdeka,” ucapnya.
Baginya, kemerdekaan sejati bukan sekadar bebas dari penjajahan. Itu berarti masyarakat memiliki kebebasan dari rasa takut, akses kesehatan yang mudah, serta pemenuhan kebutuhan dasar yang layak. “Harapan saya, ada pemerataan ekonomi, rumah yang kurang layak bisa ditingkatkan, dan masyarakat kepulauan yang belum mendapatkan akses pendidikan maupun kesehatan yang memadai dapat segera menikmatinya,” tandas Sherly.
Upacara itu menutup satu babak dan membuka babak lain sebuah pengingat bahwa kemerdekaan adalah pekerjaan rumah yang tak pernah selesai. Di bawah kepemimpinan seorang perempuan pertama di Maluku Utara, harapan agar kemerdekaan benar-benar terasa di seluruh pelosok negeri, terutama di pulau-pulau kecil yang jauh dari pusat kekuasaan, kini kembali dihidupkan.(Red)