SOFIFI — Di tengah semilir angin pagi Sofifi yang hangat, suasana di halaman kantor gubernur tampak biasa saja. Namun di dalam ruang kerjanya, Gubernur Maluku Utara, Sarbin Sehe, menyampaikan sesuatu yang jauh dari biasa: laporan 100 hari kerja yang bukan sekadar deretan statistik, melainkan cerita tentang sebuah pemerintahan yang mencoba memenuhi janjinya dengan langkah konkret.
“Seratus hari lalu, tepatnya 20 Februari 2025, saya dan Pak Sarbin Sehe dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto,” ujar Gubernur dalam pernyataan resminya, Jumat pagi. “Kami langsung mengambil waktu retreat singkat di Akademi Militer Magelang; di sana, kami menuliskan tiga janji dasar pendidikan gratis, layanan kesehatan tanpa hambatan biaya, dan pengentasan kemiskinan melalui konektivitas antarpulau.”
Hari ini, janji itu mulai menemukan bentuknya.
Dari Janji Menjadi Aksi: Memperjuangkan Kesehatan dan Pendidikan
Dalam hitungan hari setelah dilantik, Gubernur terbang ke Jakarta bukan untuk menghadiri pesta perkenalan politik, melainkan untuk mengetuk pintu kementerian satu per satu. Hasilnya? Konkret. Dua rumah sakit baru kini dalam proses pembangunan di Pulau Taliabu dan Halmahera Timur, dan Menteri Kesehatan sendiri ikut turun meninjau kondisi di lapangan.
Yang lebih mencolok: sejak 10 Juni mendatang, seluruh warga Maluku Utara hanya perlu menunjukkan NIK untuk bisa mendapatkan layanan kesehatan gratis di rumah sakit mana pun di Indonesia, hasil dari kerja sama dengan BPJS melalui skema Universal Health Coverage (UHC) prioritas.
Di bidang pendidikan, langkah-langkah berani telah diambil. Pungutan komite sekolah resmi dicabut sejak 6 Maret. Tak sekadar itu, Rp 6,1 miliar dana BOSDA telah disalurkan, dan lebih dari dua ribu ijazah yang sempat tertahan karena tunggakan biaya kini dikembalikan kepada siswa.
“Menghapus biaya pendidikan bukan hanya soal anggaran. Ini soal prinsip. Negara harus berdiri paling depan saat seorang anak nyaris putus sekolah karena tak mampu bayar,” kata Gubernur.
Mulai tahun ajaran baru Juli 2025, sekolah-sekolah swasta dan madrasah juga akan menerima BOSDA. Bahkan, Sekolah Rakyat program inklusi pendidikan untuk keluarga kurang mampu akan diluncurkan dan menjadikan Maluku Utara sebagai satu dari 100 daerah percontohan prioritas nasional.
Beasiswa Hingga Ke 53 Negara
Pemerintah provinsi juga memperluas akses ke perguruan tinggi lewat program beasiswa “Maluku Utara Bangkit.” Kerja sama telah terjalin dengan 27 kampus lokal, serta Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) untuk mengirim putra-putri Maluku Utara ke 53 negara termasuk ke kampus-kampus top 100 dunia.
Langkah ini bukan sekadar pencitraan. Di baliknya, ada narasi besar tentang membangun masa depan daerah melalui sumber daya manusia.
“Kami percaya, di balik seragam sederhana dan langkah kecil menuju sekolah hari ini, sedang tumbuh pemimpin besar Maluku Utara masa depan,” ujar Gubernur.
Respons Cepat dan Kepekaan Sosial
Masa 100 hari juga diwarnai dengan sejumlah aksi tanggap darurat. Ketika puting beliung menghantam Kelurahan Guraping di Oba Utara (17/05), bantuan langsung digerakkan. Pemerintah juga menggelar operasi pasar di kabupaten/kota untuk mengendalikan inflasi, dan subsidi 50 persen tiket mudik lebaran untuk 21 armada kapal yang menjangkau 20 trayek laut di seluruh Maluku Utara.
Sebuah langkah unik dilakukan untuk para jamaah haji: setiap dari 1.076 jamaah menerima uang saku Rp 1 juta dan difasilitasi pesawat carter menuju embarkasi di Makassar.
Iklim Investasi dan Masa Depan Ekonomi
Sebagai daerah yang mulai bergeliat di sektor industri dan jasa, Gubernur menunjukkan kepiawaian politik dan diplomasi regulatif. MoU diteken dengan Polda Malut, Kodam XV/Pattimura, dan Kejaksaan Tinggi untuk menciptakan rasa aman dan kepastian hukum bagi rakyat dan investor.
Job fair pertama yang digelar sejak pelantikan berhasil menyerap atensi luar biasa lebih dari 12 ribu pelamar menyerbu 3.244 lowongan dari 21 perusahaan. Pemerintah bahkan membuka akses magang ke Jepang, memperluas cakrawala kerja generasi muda Malut.
Politik yang Bekerja
Di tengah skeptisisme publik terhadap birokrasi dan janji politik, gaya kerja pemerintahan ini menghadirkan sesuatu yang berbeda: narasi yang tak berhenti di teks pidato, tapi berubah menjadi dokumen kerja, proyek fisik, dan harapan yang mulai membumi.
Retreat di Magelang, yang diawali dengan perenungan, kini telah menjelma menjadi roadmap kepemimpinan yang disambut bukan dengan sorak-sorai, tapi dengan hasil nyata.
Mungkin benar kata Gubernur: “Kami tidak ingin hanya dikenang karena jabatan, tapi karena kerja yang menyentuh kehidupan orang banyak.”
Dan untuk saat ini, dalam 100 hari pertama, mereka layak diberi ruang optimisme.(Red)