TIDORE – Malam di Kelurahan Tomagoba berubah menjadi lautan cahaya. Ratusan pemuda dan masyarakat berbaris rapi, obor menyala di tangan, menyusuri jalanan dengan wajah penuh antusiasme. Pawai Obor yang digelar Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa Tomagoba (IPPMAT) ini bukan sekadar tradisi, tetapi juga ekspresi kebersamaan dalam menyambut Ramadhan 1446 Hijriah.
Dengan tema “Puasa Yo Haro”, yang dalam bahasa Tidore bermakna “Menyambut Ramadhan”, pawai ini menjadi ruang bagi masyarakat untuk kembali mengukuhkan nilai-nilai silaturahmi. Bambu gila, permainan tradisional khas Maluku, turut memeriahkan suasana, sementara lantunan zikir dan shalawat menggema di sepanjang rute pawai.
Sekretaris Daerah Kota Tidore Kepulauan, H. Ismail Dukomalamo, membuka acara secara resmi di kediamannya, menyampaikan apresiasi kepada IPPMAT atas inisiatifnya dalam menghidupkan syiar Islam. “Di tengah kesibukan, pemuda Tomagoba masih meluangkan waktu untuk sebuah kegiatan yang penuh makna. Ini bukan hanya tradisi, tetapi juga simbol bahwa agama dan adat adalah bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan kita,” ujarnya.
Pawai ini berakhir di depan Kantor Wali Kota Tidore, di mana peserta disambut dengan ramah oleh para tokoh masyarakat. Asisten III Bidang Administrasi Umum, Haji Yakub Husain, menekankan bahwa kegembiraan menyambut Ramadhan merupakan bentuk ibadah. “Rasulullah SAW mengajarkan bahwa siapa yang bergembira menyambut Ramadhan, ia akan mendapat ampunan dan berkah. Malam ini, kita melihat kebahagiaan itu menyala dalam obor yang dibawa oleh para pemuda,” tuturnya.
Lebih dari sekadar ritual tahunan, Pawai Obor menjadi ruang refleksi bagi masyarakat Tomagoba. Ramadhan bukan sekadar perubahan jadwal makan dan tidur, tetapi juga momentum mempererat kebersamaan. Ketua IPPMAT, Arisandi Junio Yahya, mengungkapkan harapannya agar pawai ini terus menjadi bagian dari identitas sosial mereka. “Kami ingin kegiatan ini semakin besar, semakin semarak, dan tetap menjadi ajang untuk memperkuat persaudaraan,” katanya.
Di penghujung acara, masyarakat tak langsung beranjak pulang. Percakapan ringan, tawa anak-anak, dan hangatnya kebersamaan tetap bertahan di udara. Ramadhan memang belum tiba, tetapi di Tomagoba, semangatnya telah lebih dulu hadir—menyala di hati, sebagaimana obor yang mereka bawa malam itu.(AA)